Mitos Pulung Gantung



MITOS PULUNG GANTUNG

Pulung dalam kepercayaan masyarakat Jawa berarti sebuah wahyu. Menurut pemahaman adat dan tradisi budaya Jawa, Pulung di percaya mampu menjadikan seseorang kabegjan ( beruntung ). Seperti Pulung kederajatan pangkat dan mukti banda donya, memperoleh kenikmatan duniawi dengan mendapatkan keberuntungan karena wahyu atau Pulung.. Akan tetapi lain halnya dengan Pulungyang biasa jatuh di rumah salah seorang warga di daerah Gunung Kidul. Pulung ini tidak pernah mendatangkan kabegjan ataupun kenikmatan duniawi, tetapi justru sebagai pertanda petaka bagi penghuni rumah yang kejatuhan pulung ini. 

Penduduk Gunung Kidul menyebut Pulung petaka tersebut dengan nama Pulung Gantung. Masyarakat Gunung Kidul meyakini apabila satu dusun atau rumah warga yang kejatuhan Pulung Gantung, maka akan ada salah seorang penghuni rumah yang mati bunuh diri. Cara kematian seperti ini sekan akan sudah menjadi tradisi turun temurun di Gunung Kidul. Tak hanya mati dengan cara bunuh diri di atas tiang gantungan, tetapi ada juga yang mati bunuh diri dengan cara menyeburkan diri kedalam Luweng atau sumur.

Lantas apa yang melatar belakangi kejadian tersebut ?
Tak ada yang tahu awal petaka Pulung Gantung pertama kali terjadi di Gunung Kidul. Pulung kematian ini di yakini oleh masyarakat Gunung Kidul terjadi sejak jaman dahulu. Secara geografis Kabupaten Gunung Kidul berada di dataran tinggi pegunungan kapur ( karst ) di bagian selatan pula jawa.

Gunung Kidul dikenal memiliki banyak peninggalan pra sejarah dan goa goa kapur yang dulu menjadi tempat tinggal manusia pra sejarah ..

 Kepercayaan animisme dan dinamisme yang pernah ada di Gunung Kidul, tak pernah bisa dilepaskan dengan sejarah budaya masa lalu yang membentuk masyarakat Gunung Kidul. Salah satunya perihal keberadaan penguasa laut selatan, yang harus di sedekahi setiap tahun sekali oleh masyarakat di pesisir Gunung Kidul. Kelekatan dengan tradisi kuno ini telah ada dan mengakar selama ratusan tahun yang silam di Gunung kidul. Sampai dengan mitos kepercayaan pun tak pernah bisa dihilangkan di dalam kehidupan masyarakat Gunung Kidul, salah satunya Pulung Gantung.

Masyarakat menyadari betul perihal adanya Pulung pembawa kematian yang sewaktu waktu bisa berada di daerah mereka. Meski tak semua dusun atau daerah pulung kematian tersebut menimpa dusun atau rumah mereka, tetapi secara umum masyarakat Gunung Kidul sangat takut kejatuhan Pulung kematiaan ini.

Kabupaten Gunung Kidul terdiri dari beberapa Kecamatan, tetapi kejadian jatuhnya Pulung Gantung sering kali terjadi di daerah pinggiran. Pulung Gantung tak ubahnya seperti bola api pijar merah menyala yang memiliki buntut tali di belakangnya saat terlihat dari kejauhan. Sinar merah keputih putihan ini menyerupai bentuk tali gantungan saat melayang diangkasa. Beberapa wilayah yang kerap menjadi tempat persinggahan Pulung kematian ini adalah Kecamatan Tepus.

Kecamatan Tepus berada di pegunungan kapur di pesisir pantai selatan, dari kota kabupaten Gunung Kidul masih harus ditempuh sejauh 40km ke arah selatan. Daerah ini mendekati perbatasan dengan Kabupaten Wonogiri. Tak hanya nama Kalurahan dan Kecamatan yang menggunakan nama Tepus, dusun - dusun di seluruh Kalurahan Tepus semuanya  menggunakan nama Tepus, diantaranya Dusun Tepus1, Tepus 2, Tepus 3 Tepus Singkil dan masih banyak Tepus lainya di Kalurahan Tepus.

 Dari dulu dusun di wilayah ini sering menjadi tempat persinggahan Pulung Gantung. Bahkan beberapa tahun terakhir ini dua orang harus menemui ajal dengan cara Gantung  diri, di sebuah Pohon Jati di atas bukit Kapur tak jauh dari tempat tinggalnya.

Masih lekat dalam ingatan, tanggal 3  Juni tahun 2012 anak laki laki kesayangan warga dusun Tepus yang bernama Mukijan (28th), ditemukan mati gantung diri menggunakan sarung di sebuah bukit pohon Jati tak jauh dari rumahnya. Malam sebelum Mukijan di temukan tewas gantung diri, paginya masih terlihat membantu emak di ladang dari pagi hingga sore hari. Tetapi saat menjelang Isya, Mukijan di ketahui tak berada di rumah. Hilangnya Mukijan sempat membuat cemas keluarga Joyo Sarimin, ayah Mukijan.

Dengan dibantu seluruh warga tetangga mereka beramai ramai mencari Mukijan, sampai akhirnya Mukijan ditemukan oleh warga dengan posisi gantung diatas pohon jati, kenang Joyo Sarimin ( 80th) ayah Mukijan
 Kehidupan ekonomi keluarga Joyo Sarimin jauh dari sederhana, meski dirumah terdapat satu buah televisi  keluaran terbaru, namun rumah yang di tinggali bersama istrinya yang bernama Muyek (60th) dan ke lima orang anaknya, jauh dari layak. Semua pintu dan jendela rumah belum ada daun pintunya, hanya ditutup dengan anyaman bambu . Tak menampik kenyataaan, Gunung Kidul merupakan salah satu wilayah tandus di pulau jawa. Ekonomi masyarakat hanya menggantungkan kerja buruh atau merantau ke daerah lain sebagai tukang batu dan tukang kayu.

Tanah merah batu kapur paling hanya bisa ditanami dengan tanaman jagung,  kenyataan inilah yang membuat Joyo Sarimin dan warga Tepus lainya harus merantau ke daerah luar kota atau luar Jawa, demi menghidupi keluarganya. Tidak terkecuali Mukijan anak Joyo Sarimin yang sempat merantau ke Jambi mencari nafkah untuk membantu kehidupan keluarganya.

Mukirah ( 30th) kakak perempuan Mukijan juga  menceritakan, beberapa bulan Mukijan merantau ke Jambi, katanya bekerja di sebuah proyek bangunan, tetapi entah ada masalah apa Mukijan jatuh sakit di sana.

Ternyata Mukijan ada masalah dengan mandor bangunan, gaji beberapa bulan milik Mukijan tak pernah dibayarkan oleh sang mandor, dibawa lari. Beberapa kali Mukijan mencari mandor bangunan  saat masih di Jambi, tapi tak pernah ketemu. Sejak kejadian itu Mukijan sering melamun sendiri tak pernah mau makan, sampai akhirnya Mukijan jatuh sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit kota Jambi. Mendengar kabar dari temannya Mukijan sakit, Joyo Sarimin kemudian menjemput Mukijan di Jambi dan di ajak pulang ke rumah, kenang Mukirah perihal adik kesayanganya.Sejak kejadian itu seringkali Mukijan termenung di rumah, para tetangga sering kali melihat Mukijan duduk melamun di depan rumah dan di ladang. Bahkan sejak kejadian itu Mukijan mulai sakit sakitan, sering kali Mukijan mengeluh kepada emak-nya perihal sakit yang di derita.

 “ Mbok badanku rasanya koq seperti ini, dadaku sakit, jantung sakit, ginjal sakit.” Kata ibu Mukijan menirukan keluhan yang pernah diucapkan oleh Mukijan.  dari anaknya

Keluhan ini tak berlangsung lama, sampai akhirnya takdir berkata lain. Mukijan di temukan warga gantung diri diatas pohon jati, tak jauh dari tempat tinggalnya dengan mempergunakan kain sarung.

 Beberapa saat sebelum maut menjemput Mukijan, warga Tepus Singkil melihat Pulung Gantung turun di atas rumah Joyo Sarimin. Warga pernah menyangka, kalau Mukijan yang akhirnya harus menerima takdir mati di tali gantungan. Setelah di ketahui mati gantung diri, jasad Mukijan kemudian di kubur di sebuah pemakaman umum Dusun Tepus Singkil. 

Seluruh barang milik Mukijan semuanya dilabuh ke laut bersamaan dengan penguburan jenasah. Barang barang milik Mukijan yang di labuh diantaranya foto, pakaian, hp dan barang lainya, sampai tak satupun barang miliknya tetinggal di rumah. Hal ini dilakukan agar arwah korban tak mendatangi rumah kediamanya.

‘Hanya saja pada saat akan dikubur, jasad Mukijan sengaja di mandikan dan dikafani, keluarga tak tega kalau hanya di bungkus dengan selembar tikar” Kata Mukirah, yang tega melihat jasad adiknya

 Berbeda dengan tetangga dekat Joyo Sarimin yang rumahnya bersebelahan dengan tempat tinggalnya. Tetangganya juga gantung diri ditempat yang sama dengan Mukijan, setelah di ketahui Pulung Gantung jatuh di atas rumahnya. Oleh keluarganya jasad orang tersebut langsung di kubur tanpa di mandikan dan di kafani. Jasad itu hanya di tutup dengan selembar tikar, seperti orang mengubur bangkai anjing. Karena mereka percaya, orang yang mati bunuh diri harus di kubur seperti itu agar rohnya tidak mengajak bunuh diri orang lain.

Salah seorang warga Tepus yang selamat setelah mencoba melakukan percobaan bunuh diri menceritakan, dirinya merasa diajak pergi oleh seorang kakek kesebuah luweng dan mengajak menceburkan diri kedalam luweng. Tetapi beberapa warga yang mengetahui perilaku aneh orang tersebut diam diam mengikutinya. Sampai akhirnya warga di bantu dengan tim sar berhasil menyelamatkan orang tersebut dari dalam luweng, setelah di ketahui bunuh diri menceburkan diri kedalam luweng. Namun hidup orang itu tak lebih baik dari pada kematian, orang ini mengalami stress dan lumpuh seumur hidup,  hingga akhirnya tewas dalam keadaan yang tak lebih baik dari bunuh diri.

 Pikiran tak boleh kososng.
Bagi masyarakat Gunung Kidul, Pulung Gantung menjadi momok dalam kehidupan mereka. Untuk itu jarang sekali masyarakat Gunung Kidul, khususnya warga Desa Tepus berani menceritakan perihal Pulung kematian ini kepada orang lain. Karena mereka merasa was – was dan ketakutan, jangan sampai hanya karena cerita Pulung Gantung, akhirnya pulun kematian tersebut menimpa rumah mereka.

Berbagai penelitian pernah di lakukan para ahli kedokteran, karena tingginya angka kematian akibat bunuh diri di dalam masyarakat Gunung Kidul. Angka kematian ini bahkan melebihi angka kematian bunuh diri yang terjadi di kota kota besar seperti Jakarta dan kota besar lainya. Tetapi penelitian ini lebih bersifat dari faktor latar belakang psikologis kejiwaan seseorang, yang berguna untuk menekan angka kematian bunuh diri.

Tetapi untuk menekan angka kematian akibat bunuh diri ini warga Tepus meyakini, agar pikiran tidak kosong dan jangan sering melamun. Cara ini menurut warga lebih efektif, di bandingkan dengan cara lain.

Mitos bunuh diri yang terjadi di Gunung Kidul, sebenarnya memiliki kesamaan dengan mitos kematian gantung diri yang selama ini terjadi di masyarakat jawa. Konon mereka yang bunuh diri dengan cara gantung diri, maka arah muka orang yang gantung diri ini di percaya akan menjadi wabah bunuh diri di kemudian hari. Apabila matinya menghadap selatan, maka di arah selatan kelak dikemudian hari akan ada orang yang mati bunuh diri.  

Selain itu, di dalam kehidupan masyarakat jawa juga dikenal pepatah  “ojo sok gampang gawe sumpah”. Sumpah ini terkait dengan beberapa kejadian yang pernah menimpa warga Gunung Kidul yang seringkali menyumpahi dirinya sendiri saat menderita sakit yang tak kunjung sembuh.  “ Daripada lorone koyo ngene, mending mati wae”.( Daripada sakit seperti ini , lebih baik mati saja ).

Sumpah kepada diri sendiri merupakan pantangan bagi warga Gunung Kidul, tapi hal ini seringkali tak pernah disadari oleh masyarakat sekitar. Pengaruh  kekuatan mistik laut selatan juga sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat sekitar.

Sumber : http://sastrabudayajawa.blogspot.co.id/2015/02/mitos-pulung-gantung.html

Previous
Next Post »

1 komentar:

Write komentar
Unknown
AUTHOR
19 September 2016 pukul 19.06 delete

Assalamualaikum wrb,salam persaudaraan,perkenalkan nama saya Dewi Zulianty asal dari Sukabumi niat saya hanya ingin berbagi pengalaman kepada teman2 yang sedang dalam kesusahan,dulu saya seorang yang sangat sukses usaha saya dimana2 bahkan saya berfikir uang yang saya punya bisa dipakai tujuh turunan,kesuksesan saya membuat saya lupa segalanya,bahkan saya tidak pernah shalat sekalipun,cobaan datang menghampiri saya akhirnya saya bangkrut dan gulung tikar,himpitan ekonomi memaksa asya jadi pemulung,saya punya tiga orang anak dan semuanya masih kecil,saya sempat stres dan hampir bunuh diri tapi setiap saya menatap wajah anak saya semua semangat saya datang,saya sudah taubat dan shalat lima waktu tidak saya tinggalkan,tanpa sengaja saya didatangi seseorang dan memperkenalkan saya dengan Aki Tirem,saya coba telpon Aki dan alhamdulillah saya tersambung dengan beliau tapi pada awalnya saya ragu ikut saran Aki tapi saya punya niat lepas dari masalah saya dan saya punya niat menyekolahkan anak saya sampai selesai akhirnya saya ikut saran Aki walaupun keterbatasan dana yang saya punya,dan alhamdulillah saya sujut syukur dan mengeluarkan air mata ketika melihat hasil dari apa yang aki berikan pada saya,sekarang saya kembali sukses dan punya beberapa toko bangunan di daerah sukabumi,terimah kasih Aki Tirem berkat aki saya bisa seperti ini,khusus untuk teman2 yang percaya dengan pengalaman saya dan punya masalah apapun silahkan hub langsung Aki Tirem di nomor 0853 4359 0187 insya allah akan dibantu dan jangan takut beliau membantu tidak melenceng dari ajaran agama,sekali lagi saya ucapkan terima kasih pada pemuat web ini karna berkat ini saya bisa berbagi pengalaman saya,ini pengalaman nyata saya demi Allah tampa karangan apapun,sekian dan terima kasih Assalamualaikum Wrb.

Reply
avatar